"Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" demikian tanya para murid kepada YESHUA pada suatu ketika.
Yeshua menjawab ini dengan memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, katanya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." (Matius 18: 3--5)
Menarik mengamati Yeshua mengontraskan antara "yang terbesar" dengan "anak kecil". Kemudian Yeshua juga menagaskan, "barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga."
Yeshua sekali lagi menegaskan bahwa cara pandang dunia itu berbeda dengan cara pandang surga. Kalau kamu ingin jadi yang terbesar, jadilah yang terkecil. Kalau kamu menyambut dan menghargai yang kecil, kamu menyambut dan menghargai Aku.
Yeshua menampilkan kontras ini untuk sekali lagi mengingatkan para murid akan bahaya cara pandang dunia yang sering menyesatkan. Pada Matius 16 Yeshua mengingatkan agar para murid "berjaga-jaga dan waspada" terhadap potensi penyesatan yang diperlihatkan oleh ajaran para Farisi dan Saduki. Pertanyaan para murid, bagi Yeshua, memperlihatkan bahwa potensi penyesatan dalam diri para murid itu masih sangat besar dan ada. Yeshua sekali lagi mengingatkan agar para murid mengadopsi cara pandang dunia yang sering menyesatkan.
Hal ini ditegaskan dengan perkataan Yeshua selanjutnya:
"Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua." (Matius 18: 6--9)
Bagi Yeshua, sangat penting agar kita tidak sesat, disesatkan, dan menyesatkan. Bahkan, lebih baik bagi kita untuk kehilangan tangan atau mata kita daripada kita tersesat oleh karenanya. Kesesatan itu menghalangi kita untuk masuk ke dalam hidup.
Di lain pihak, Yeshua juga menegaskan bahwa penyesatan itu memang harus ada. Namun, Yeshua juga menegaskan bahwa celakalah orang yang mengadakannya. Dan karena penyesatan itu ada, sangat penting bagi kita untuk tidak disesatkan dan tidak menyesatkan. Kita harus memutus segala kemungkinan agar kita tidak tersesatkan dan tidak menyesatkan. Lebih baik kita kehilangan tangan atau mata daripada kita tersesat. Dan penyesat pun akan diganjar dengan hukuman yang sangat berat, lehernya diikatkan dengan batu kilangan dan kemudian ditenggelamkan ke dalam laut. Dengan kata lain, penyesat tidak layak mendapat hidup.
Pentingnya agar kita tidak tersesat juga ditunjukkan Yeshua lewat perumpamaan akan domba yang hilang. Jika ada 1 domba yang hilang dari 100 domba semuanya, Bapa akan meninggalkan yang 99 untuk mencari 1 yang sesat/hilang. "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang." (Matius 18:12--14).
Bagaimana Bapa menjadi agar kita dombanya tidak sesat? Ada 3 cara yang ditunjukkan dalam pasal 18 Matius ini. Pertama adalah teguran dari sesama jemaat (ayat 15--17). Yang Kedua adalah doa jemaat. Dan Ketiga adalah pengampunan yang melimpah yang disediakan oleh Bapa kepada kita.
Jika kita tahu bahwa ada saudara sesama jemaat berbuat dosa, kita diminta menegor di bawah empat mata (ayat 15). Jika ia tidak mendengarkan kita, kita bisa membawa satu atau dua rekan untuk menguatkan tegoran kita. Jika ia masih tidak mau mendengarkan kita, kita bawa persoalan ini kepada jemaat. Kalau toh ia tidak mau mendengarkan seluruh jemaat? Yeshua mengatakan bahwa usaha manusia cukup sampai di situ.
Menarik bahwa dalam pasal ini Yeshua Matius menyisipkan perkataan Yeshua tentang kuasa jemaat dan doa di ayat 18, 19, dan 20, sebagai berikut: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." Ayat 18 menegaskan bahwa kita, jemaat diberi kuasa untuk mengingat dan melepaskan. Ada yang mengatakan bahwa dengan ini jemaat memiliki kuasa untuk memasukkan seseorang menjadi anggota jemaat dan sebaliknya, mengeluarkan. Dan sampai di situlah upaya manusiawi yang bisa kita tempuh untuk mencegah orang agar tidak tersesat.
Namun, Yeshua juga memberikan sebuah cara lain, yakni doa. Kita bisa berdoa agar saudara kita yang berdosa itu mau bertobat. Jadi selain usaha kita secara manusiawi, kita juga diminta untuk berusaha secara rohani. Doa ini memiliki kuasa, apalagi doa sepakat antara dua orang jemaat atau lebih.
Cara ketiga adalah lewat pengampunan (Matius 18:21--35). Bapa memberi pengampunan kepada jemaat, yang juga mau memberikan pengampunan kepada sesamanya yang bersalah kepadanya. Berapa kali kita harus mengampuni? 70 x 7 kali. Kita diminta selalu mengampuni, karena Bapa juga selalu mengampuni.
Saatnya kudatang kepada-MU ya YAHWE, Tuhan Penyelamatku, Pelindung dan Penebusku. Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain.
Tampilkan postingan dengan label pengampunan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengampunan. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 17 Juni 2017
Rabu, 02 Desember 2015
Ruginya Membenci dan Adilnya Mengampuni
Salah satu hal paling utama yang digunakan setan untuk membuat kita berhenti maju dan bertumbuh secara rohani adalah tersinggung, kepahitan, benci, kemarahan, dan tidak mengampuni.
Sebagai anak Tuhan, kita perlu belajar untuk membuang kebencian, kemarahan, dan kekecewaan itu dari hati kita. Kita perlu belajar mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (Roma 12: 21: Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!) dan tidak membiarkan hidup kita dikendalikan oleh perasaan kebencian dan kemarahan sehingga kita kalah oleh kejahatan.
Contoh bagaimana anak Tuhan berhasil mengalahkan kejahatan dengan kebaikan adalah saat Stefanus dirajam.
Stefanus
Kisah 7: 59-60
Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku." Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.
Stefanus adalah diaken atau pelayan jemaat yang salah satu tugasnya adalah melayani pembagian untuk janda-janda. Artinya ia adalah orang yang karena tugasnya pasti dikenal sebagai orang yang selalu berbuat kebaikan. Tetapi oleh karena rasa iri hati ada sekelompok orang Yahudi yang membuat tuduhan palsu terhadap Stefanus dan menghadapkannya ke sidang Mahkamah Agama. Oleh karena tersinggung oleh ucapan Stefanus kritikan Stefanus, mereka akhirnya menyeret Stefanus dan melemparinya dengan batu sampai mati.
Ini adalah sebuah adegan di mana kebaikan dibalas dengan kejahatan. Ia telah berbuat baik melayani jemaat tetapi akhirnya difitnah dan kemudian dilempari dengan batu. Stefanus bisa saja mengutuki orang-orang yang dengan sengaja dan licik mencelakakan dirinya. Tetapi hal itu tidak dilakukannya.
Mengapa?
Karena ia tahu hukum yang berlangsung di alam roh, sebuah kebenaran yang setiap anak Tuhan mestinya mengetahui dan menaatinya.
Tuhan tidak pernah membiarkan begitu saja ketika anak-anak-Nya diperlakukan dengan salah. Ketika seseorang berbuat jahat kepada kita, sesungguhnya tanpa sadar, mereka sedang memosisikan diri mereka sendiri dalam posisi yang berbahaya. Bapak YAHWEH tidak akan membiarkannya begitu saja. Stefanus berdoa supaya orang-orang itu tidak perlu menanggung akibat dari perbuatan mereka.
Demikian pula seharusnya kita, kita harus mendoakan mereka yang berbuat salah atau menjahati kita supaya mereka tidak perlu menanggung akibatnya. Sebab kalau tidak, Bapa pasti akan bertindak.
Lalu kalau kita berdoa untuk mereka yang berbuat jahat, di manakah keadilan bagi mereka? Bagaimana dengan kerugian yang sudah kita alami yang diakibatkan oleh mereka? Mereka mungkin telah membuat kita mengalami kerugian yang amat besar, bahkan merenggut masa depan kita, menghancurkan hidup kita, membuat hidup kita yang selama ini baik-baik saja, berjalan mulus, dan semua persiapan masa depan kita yang kita lakukan dengan penuh kesungguhan dan kehati-hatian menjadi hancur gara-gara ulah mereka? Kita mungkin menjadi kehilangan kebahagiaan, damai sejahtera, mengalami luka hati yang sangat mendalam, atau bahkan kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi kita, atau bahkan kehilangan orang-orang yang amat sangat berarti dan kita cintai.
Selain itu, memang sangat tidak mudah untuk melupakan kejahatan dan kelicikan orang lain terhadap kita, orang-orang yang dengan sengaja telah berbuat jahat, merugikan kita, melukai hati kita, menghancurkan masa depan kita. Kita cenderung merasa bahwa situasinya baru akan adil kalau mereka menerima balasannya, bahwa hidup kita baru akan merasa nyaman ketika kita melihat kejahatan mereka terbalaskan, ketika mereka mengalami kehancuran yang bahkan lebih mengerikan daripada kita. Hal itu "normal" bagi mereka yang belum mengenal Bapa YAHWEH dan belum mengetahui hukum roh. Tetapi kita harus mengetahui rahasia yang tersimpan hanya bagi anak-anak-Nya yang dikasihinya. Untuk itu mari kita melihat contoh bagaimana hukum ini dinyatakan di dalam kisah Ayub.
Ayub
Bencana yang menimpa Ayub
Ayub 1:1-3
Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan YAHWEN dan menjauhi kejahatan. Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Tiba-tiba semua itu lenyap seketika: kambing, unta, lembu, keledai, budak dan bahkan anaknya. Mereka dirampas, dibunuh, dan tertimpa bencana. Tetapi Ayub adalah orang yang saleh dan takut akan YAHWEH. Mengetahui semua,
Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:20-21)
Dan Kitab Suci mencatat: Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. (Ayub 1:22)
Ayub orang benar dan anak YAHWEH. Semua responsnya terhadap apa yang menimpanya membuktikan hal itu. Ia benar di hadapan YAHWEH. Bahkan ketika sakit-penyakit menguasainya, barah membusuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya, dan istrinya memintanya untuk mengutuki Tuhannya, katanya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Elohimmu dan matilah!", Ayub menjawabnya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Elohim, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Ayub kehilangan semuanya: harta, anak, kesehatan, dan terakhir istrinya malah mengutukinya. Namun Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya (Ayub 2:11).
Ayub mengalami semua "bencana" dan "ketidakadilan" ini. Ia yang selama ini taat kepada YAHWEH dan melakukan apa yang benar di hadapan-Nya, mendapatkan balasan yang sebaliknya. Dan ketika ia mengharapkan penghiburan dari orang-orang terdekatnya, ketiga sahabat, Elifas, Bildad, dan Sofar, mereka malah menyalahkannya dan menuduhnya melakukan yang jahat di mata Tuhan. Bagi mereka, tidak ada kemalangan yang menimpa orang benar karena mereka meyakini bahwa kemalangan ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Demikian pun Ayub, mereka meyakini bahwa Ayub telah berbuat salah sehingga semua kemalangan ini menimpanya.
Keluh kesah Ayub
Dalam kisah Ayub, Ayub harus bergumul lama sebelum ia bisa melihat kebenaran hukum roh ini. Mulai pasal 3 sampai dengan 37, Ayub berkeluh kesah atas semua kemalangan yang menimpanya. Suatu respons yang sangat bisa kita pahami. Bagaimana tidak. Ayub yang selama ini hidup benar dan taat kepada YAHWEH, kenapa tiba-tiba ia bisa menerima kemalangan yang sangat dahsyat. Ayub bingung dan tidak bisa memahami situasi yang dialaminya. Ia mengungkapkan kebingungannya, penderitaan dan keputusasaannya kepada Tuhan. Ia mengutuki hidup dan kelahirannya, mengapa Tuhan memberinya hidup kalau ia dilahirkan hanya untuk menderita. Ia ingin segera mati saja.
Sekian banyak pasal "dihabiskan oleh Ayub" untuk berkeluh kesah, dan selama itu pula, TUHAN tidak berurusan sama sekali dengan ketiga sahabatnya yang menyakiti hatinya. Mereka tetap baik-baik saja.
Jawaban Tuhan atas keluh kesah Ayub
Tuhan akhirnya menjawab keluh kesah Ayub di Pasal 38-42. Tuhan mengungkapkan kedaulatan-Nya kepada Ayub. Tuhan mencelikkan mata Ayub akan ketidaktahuan manusia atas banyak hal dan kemahakuasaan-Nya atas segala sesuatu. Tuhan menegur Ayub karena telah mempertanyakan keadilan-Nya.
Penyesalan dan pertobatan Ayub
Ayub 42:2-6
Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberi tahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.
Teguran Tuhan membuat Ayub sadar akan kesalahannya. Pertama Ayub sadar akan kedaulatan YAHWEH, Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan apa yang dikerjakan-Nya dalam hidupnya adalah baik. Ayub sadar bahwa apa yang terjadi dalam dirinya adalah dalam rencana Tuhan yang tidak akan pernah gagal. Ayub sadar bahwa pengertiannya akan YAHWEH selama ini masih salah. Ia masih fokus kepada diri sendiri dan berkat jasmani yang semestinya diterimanya karena kesalehan dan ketaatannya. Kini ia sadar bahwa Tuhan harus disembah dan dimuliakan bukan karena Ia pemberi berkat namun karena Ia memang layak untuk disembah dan ditaati, apa pun yang terjadi secara duniawi. Akhirnya Ayub menyesal dan bertobat. Ia sadar bahwa ia telah berkata-kata secara ngawur tentang Tuhan. Ia sadar bahwa YAHWEH tidak bisa diselami oleh pikiran manusia. Pembenaran diri dan kesombongan rohaninya telah membuatnya bersalah dalam memandang Tuhan.
Rahasia kebenaran hukum roh dari kisah Ayub
Seluruh kisah Ayub ini mengungkapkan sebuah rahasia dan kebenaran yang amat penting bagi kita, anak-anak Tuhan.
Dalam hal ini, ketiga sahabat Ayub bertindak salah dan menuduh Ayub, seorang yang benar di hadapan YAHWEH. YAHWEH tidak akan membiarkan orang yang berbuat salah kepada anak-Nya berlalu begitu saja. Akan ada risiko yang menunggu mereka yang menyalahi orang yang benar di hadapan YAHWEH. Tetapi anak Tuhan, orang yang benar di hadapan YAHWEH, juga harus bersikap dan memberikan respons secara benar. Ketika orang benar belum memberikan respons secara benar terhadap kejadian yang menimpa dirinya, Tuhan terlebih dahulu berurusan dengannya sebelum berurusan dengan mereka yang bersalah kepadanya. Sebelum kita sebagai anak Tuhan menunjukkan sikap hati yang benar di hadapan-Nya, sebelum kita bertumbuh dewasa di dalam roh, kita akan melihat bahwa orang yang menganiaya kita akan kelihatan baik-baik saja, bahkan mungkin semakin menerima berkat dari Tuhan. Kita sebagai anak-Nya harus bersikap benar.
1. Menyalahi anak Tuhan sama saja dengan menyalahi Tuhan
Orang yang menyalahi orang benar, anak Tuhan, sama saja dengan menyalahi Tuhan. Tuduhan sahabat Ayub kepadanya bagi Tuhan adalah tuduhan kepada-Nya karena Ayub adalah orang benar di hadapan-Nya. Hal ini terlihat dari ayat berikut ini:
Ayub 42: 5
maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku."
Sahabat-sahabat Ayub tidak langsung menyalahi Tuhan, mereka hanya menuduh Ayub. Namun bagi Tuhan, tuduhan yang ditujukan kepada orang benar atau anak Tuhan adalah sama dengan tuduhan kepada Tuhan. Perkataan yang tidak benar yang ditujukan kepada Ayub dianggap Tuhan sebagai ditujukan juga kepada-Nya, "...karena kamu tidak berkata benar tentang Aku".
2. Kesalahan terhadap orang benar tidak akan didiamkan oleh Tuhan tetapi pasti akan mendapatkan hukuman
Dan sekarang, karena Ayub sudah bersikap benar, sudah menjadi lebih dewasa secara rohani, maka Tuhan baru berurusan dengan mereka yang menyalahi Ayub. Sebelumnya Tuhan tidak pernah menyinggung kesalahan ketiga sahabat Ayub ini, tetapi setelah Ayub bertobat, Tuhan kemudian berurusan dengan mereka, ""Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu."
3. Penderitaan yang dialami anak Tuhan adalah kesempatan untuk menjadi lebih dewasa secara rohani
4. Setelah anak Tuhan bersikap benar, Tuhan akan menghukum mereka yang menyalahi orang benar
5. Hanya orang benar, anak Tuhan yang sudah lebih dewasa yang bisa membebaskan hukuman yang akan menimpa orang yang bersalah kepadanya
Tuhan murka kepada ketiga sahabat Ayub dan hanya doa Ayub yang bisa "menyelamatkan" mereka. Hal ini jelas dari ayat berikut:
Ayub 42: 8
Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
Di sini ditekankan bahwa sangat penting bagi anak Tuhan atau orang benar untuk mendoakan orang yang bersalah kepadanya karena hanya permohonan orang benar itulah yang dapat membebaskan hukuman kepada orang yang bersalah kepadanya.
Lalu di mana letak keadilannya? Kenapa orang yang bersalah tidak dibiarkan mendapatkan hukuman dan malah kita harus mendoakan pengampunan dosa bagi mereka yang menyalahi kita?
Jawaban terhadap pertanyaan di atas, tentang keadilan, ditemukan di ayat berikut:
Ayub 42:9-10
Maka pergilah Elifas, orang Teman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub. Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
Kedua ayat ini dengan jelas memperlihatkan bahwa hanya doa Ayub yang akan didengarkan Tuhan. Dan Tuhan hanya mendengarkan doa anak-Nya yang sudah terlebih dahulu bertumbuh menjadi lebih dewasa secara rohani, yakni sesudah ia sendiri bertobat dan mau mengampuni kesalahan mereka yang bersalah kepadanya.
6. Doa yang dinaikkan oleh hati yang belum beres, belum mengampuni, tidak akan didengarkan Tuhan
7. Berkat yang lebih besar disediakan bagi anak Tuhan yang sudah semakin dewasa
Sesudah Ayub bertobat, mau mengampuni sahabat-sahabatnya dengan mendoakan mereka, dan sesudah doanya diterima oleh Tuhan, maka Tuhan memberikan kepada Ayub berkat dua kali lipat daripada sebelumnya.
Kemarahan yang menjadi dosa
Ayub, dalam segala penderitaannya, tidak pernah menyalahkan Tuhan. Ia mengajukan keluh kesahnya secara jujur kepada Tuhan. Tetapi ia tidak pernah menyalahkan Tuhan.
Hal ini juga dilakukan oleh Daud. Dalam Mazmur kelihatan bagaimana di saat Daud mengalami penderitaan, ia berkeluh kesah di hadapan Tuhan.
Dari sini kita belajar untuk bersikap benar saat menghadapi situasi sulit. Kecewa, marah, mungkin merupakan reaksi wajar manusia saat mengalami penderitaan, aniaya, fitnahan, dan situasi buruk lainnya. Tetapi Kitab Suci mengajarkan agar kita tidak membiarkan kemarahan dan kekecewaan kita menjadi dosa.
Kedua ayat berikut ini memberikan gambaran perbedaan antara marah yang menjadi dosa dan marah yang tidak mendatangkan dosa.
Efesus 4:26-27
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.
Amsal 29:11
Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya.
Baca juga:
Biarkan YAHWE Mencurahkan Berkat-NYA Saat Saudara Mengampuni
Pembelaan Iman Stefanus di Hadapan Mahkamah Agama
Sang Pendakwa
Nyanyian Syukur Atas Keselamatan
Pembalasan
Sebagai anak Tuhan, kita perlu belajar untuk membuang kebencian, kemarahan, dan kekecewaan itu dari hati kita. Kita perlu belajar mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (Roma 12: 21: Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!) dan tidak membiarkan hidup kita dikendalikan oleh perasaan kebencian dan kemarahan sehingga kita kalah oleh kejahatan.
Contoh bagaimana anak Tuhan berhasil mengalahkan kejahatan dengan kebaikan adalah saat Stefanus dirajam.
Stefanus
Kisah 7: 59-60
Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku." Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.
Stefanus adalah diaken atau pelayan jemaat yang salah satu tugasnya adalah melayani pembagian untuk janda-janda. Artinya ia adalah orang yang karena tugasnya pasti dikenal sebagai orang yang selalu berbuat kebaikan. Tetapi oleh karena rasa iri hati ada sekelompok orang Yahudi yang membuat tuduhan palsu terhadap Stefanus dan menghadapkannya ke sidang Mahkamah Agama. Oleh karena tersinggung oleh ucapan Stefanus kritikan Stefanus, mereka akhirnya menyeret Stefanus dan melemparinya dengan batu sampai mati.
Ini adalah sebuah adegan di mana kebaikan dibalas dengan kejahatan. Ia telah berbuat baik melayani jemaat tetapi akhirnya difitnah dan kemudian dilempari dengan batu. Stefanus bisa saja mengutuki orang-orang yang dengan sengaja dan licik mencelakakan dirinya. Tetapi hal itu tidak dilakukannya.
Mengapa?
Karena ia tahu hukum yang berlangsung di alam roh, sebuah kebenaran yang setiap anak Tuhan mestinya mengetahui dan menaatinya.
Tuhan tidak pernah membiarkan begitu saja ketika anak-anak-Nya diperlakukan dengan salah. Ketika seseorang berbuat jahat kepada kita, sesungguhnya tanpa sadar, mereka sedang memosisikan diri mereka sendiri dalam posisi yang berbahaya. Bapak YAHWEH tidak akan membiarkannya begitu saja. Stefanus berdoa supaya orang-orang itu tidak perlu menanggung akibat dari perbuatan mereka.
Demikian pula seharusnya kita, kita harus mendoakan mereka yang berbuat salah atau menjahati kita supaya mereka tidak perlu menanggung akibatnya. Sebab kalau tidak, Bapa pasti akan bertindak.
Lalu kalau kita berdoa untuk mereka yang berbuat jahat, di manakah keadilan bagi mereka? Bagaimana dengan kerugian yang sudah kita alami yang diakibatkan oleh mereka? Mereka mungkin telah membuat kita mengalami kerugian yang amat besar, bahkan merenggut masa depan kita, menghancurkan hidup kita, membuat hidup kita yang selama ini baik-baik saja, berjalan mulus, dan semua persiapan masa depan kita yang kita lakukan dengan penuh kesungguhan dan kehati-hatian menjadi hancur gara-gara ulah mereka? Kita mungkin menjadi kehilangan kebahagiaan, damai sejahtera, mengalami luka hati yang sangat mendalam, atau bahkan kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi kita, atau bahkan kehilangan orang-orang yang amat sangat berarti dan kita cintai.
Selain itu, memang sangat tidak mudah untuk melupakan kejahatan dan kelicikan orang lain terhadap kita, orang-orang yang dengan sengaja telah berbuat jahat, merugikan kita, melukai hati kita, menghancurkan masa depan kita. Kita cenderung merasa bahwa situasinya baru akan adil kalau mereka menerima balasannya, bahwa hidup kita baru akan merasa nyaman ketika kita melihat kejahatan mereka terbalaskan, ketika mereka mengalami kehancuran yang bahkan lebih mengerikan daripada kita. Hal itu "normal" bagi mereka yang belum mengenal Bapa YAHWEH dan belum mengetahui hukum roh. Tetapi kita harus mengetahui rahasia yang tersimpan hanya bagi anak-anak-Nya yang dikasihinya. Untuk itu mari kita melihat contoh bagaimana hukum ini dinyatakan di dalam kisah Ayub.
Ayub
Bencana yang menimpa Ayub
Ayub 1:1-3
Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan YAHWEN dan menjauhi kejahatan. Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Tiba-tiba semua itu lenyap seketika: kambing, unta, lembu, keledai, budak dan bahkan anaknya. Mereka dirampas, dibunuh, dan tertimpa bencana. Tetapi Ayub adalah orang yang saleh dan takut akan YAHWEH. Mengetahui semua,
Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:20-21)
Dan Kitab Suci mencatat: Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. (Ayub 1:22)
Ayub orang benar dan anak YAHWEH. Semua responsnya terhadap apa yang menimpanya membuktikan hal itu. Ia benar di hadapan YAHWEH. Bahkan ketika sakit-penyakit menguasainya, barah membusuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya, dan istrinya memintanya untuk mengutuki Tuhannya, katanya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Elohimmu dan matilah!", Ayub menjawabnya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Elohim, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Ayub kehilangan semuanya: harta, anak, kesehatan, dan terakhir istrinya malah mengutukinya. Namun Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya (Ayub 2:11).
Ayub mengalami semua "bencana" dan "ketidakadilan" ini. Ia yang selama ini taat kepada YAHWEH dan melakukan apa yang benar di hadapan-Nya, mendapatkan balasan yang sebaliknya. Dan ketika ia mengharapkan penghiburan dari orang-orang terdekatnya, ketiga sahabat, Elifas, Bildad, dan Sofar, mereka malah menyalahkannya dan menuduhnya melakukan yang jahat di mata Tuhan. Bagi mereka, tidak ada kemalangan yang menimpa orang benar karena mereka meyakini bahwa kemalangan ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Demikian pun Ayub, mereka meyakini bahwa Ayub telah berbuat salah sehingga semua kemalangan ini menimpanya.
Keluh kesah Ayub
Dalam kisah Ayub, Ayub harus bergumul lama sebelum ia bisa melihat kebenaran hukum roh ini. Mulai pasal 3 sampai dengan 37, Ayub berkeluh kesah atas semua kemalangan yang menimpanya. Suatu respons yang sangat bisa kita pahami. Bagaimana tidak. Ayub yang selama ini hidup benar dan taat kepada YAHWEH, kenapa tiba-tiba ia bisa menerima kemalangan yang sangat dahsyat. Ayub bingung dan tidak bisa memahami situasi yang dialaminya. Ia mengungkapkan kebingungannya, penderitaan dan keputusasaannya kepada Tuhan. Ia mengutuki hidup dan kelahirannya, mengapa Tuhan memberinya hidup kalau ia dilahirkan hanya untuk menderita. Ia ingin segera mati saja.
Sekian banyak pasal "dihabiskan oleh Ayub" untuk berkeluh kesah, dan selama itu pula, TUHAN tidak berurusan sama sekali dengan ketiga sahabatnya yang menyakiti hatinya. Mereka tetap baik-baik saja.
Jawaban Tuhan atas keluh kesah Ayub
Tuhan akhirnya menjawab keluh kesah Ayub di Pasal 38-42. Tuhan mengungkapkan kedaulatan-Nya kepada Ayub. Tuhan mencelikkan mata Ayub akan ketidaktahuan manusia atas banyak hal dan kemahakuasaan-Nya atas segala sesuatu. Tuhan menegur Ayub karena telah mempertanyakan keadilan-Nya.
Penyesalan dan pertobatan Ayub
Ayub 42:2-6
Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberi tahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.
Teguran Tuhan membuat Ayub sadar akan kesalahannya. Pertama Ayub sadar akan kedaulatan YAHWEH, Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan apa yang dikerjakan-Nya dalam hidupnya adalah baik. Ayub sadar bahwa apa yang terjadi dalam dirinya adalah dalam rencana Tuhan yang tidak akan pernah gagal. Ayub sadar bahwa pengertiannya akan YAHWEH selama ini masih salah. Ia masih fokus kepada diri sendiri dan berkat jasmani yang semestinya diterimanya karena kesalehan dan ketaatannya. Kini ia sadar bahwa Tuhan harus disembah dan dimuliakan bukan karena Ia pemberi berkat namun karena Ia memang layak untuk disembah dan ditaati, apa pun yang terjadi secara duniawi. Akhirnya Ayub menyesal dan bertobat. Ia sadar bahwa ia telah berkata-kata secara ngawur tentang Tuhan. Ia sadar bahwa YAHWEH tidak bisa diselami oleh pikiran manusia. Pembenaran diri dan kesombongan rohaninya telah membuatnya bersalah dalam memandang Tuhan.
Rahasia kebenaran hukum roh dari kisah Ayub
Seluruh kisah Ayub ini mengungkapkan sebuah rahasia dan kebenaran yang amat penting bagi kita, anak-anak Tuhan.
Dalam hal ini, ketiga sahabat Ayub bertindak salah dan menuduh Ayub, seorang yang benar di hadapan YAHWEH. YAHWEH tidak akan membiarkan orang yang berbuat salah kepada anak-Nya berlalu begitu saja. Akan ada risiko yang menunggu mereka yang menyalahi orang yang benar di hadapan YAHWEH. Tetapi anak Tuhan, orang yang benar di hadapan YAHWEH, juga harus bersikap dan memberikan respons secara benar. Ketika orang benar belum memberikan respons secara benar terhadap kejadian yang menimpa dirinya, Tuhan terlebih dahulu berurusan dengannya sebelum berurusan dengan mereka yang bersalah kepadanya. Sebelum kita sebagai anak Tuhan menunjukkan sikap hati yang benar di hadapan-Nya, sebelum kita bertumbuh dewasa di dalam roh, kita akan melihat bahwa orang yang menganiaya kita akan kelihatan baik-baik saja, bahkan mungkin semakin menerima berkat dari Tuhan. Kita sebagai anak-Nya harus bersikap benar.
1. Menyalahi anak Tuhan sama saja dengan menyalahi Tuhan
Orang yang menyalahi orang benar, anak Tuhan, sama saja dengan menyalahi Tuhan. Tuduhan sahabat Ayub kepadanya bagi Tuhan adalah tuduhan kepada-Nya karena Ayub adalah orang benar di hadapan-Nya. Hal ini terlihat dari ayat berikut ini:
Ayub 42: 5
maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku."
Sahabat-sahabat Ayub tidak langsung menyalahi Tuhan, mereka hanya menuduh Ayub. Namun bagi Tuhan, tuduhan yang ditujukan kepada orang benar atau anak Tuhan adalah sama dengan tuduhan kepada Tuhan. Perkataan yang tidak benar yang ditujukan kepada Ayub dianggap Tuhan sebagai ditujukan juga kepada-Nya, "...karena kamu tidak berkata benar tentang Aku".
2. Kesalahan terhadap orang benar tidak akan didiamkan oleh Tuhan tetapi pasti akan mendapatkan hukuman
Dan sekarang, karena Ayub sudah bersikap benar, sudah menjadi lebih dewasa secara rohani, maka Tuhan baru berurusan dengan mereka yang menyalahi Ayub. Sebelumnya Tuhan tidak pernah menyinggung kesalahan ketiga sahabat Ayub ini, tetapi setelah Ayub bertobat, Tuhan kemudian berurusan dengan mereka, ""Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu."
3. Penderitaan yang dialami anak Tuhan adalah kesempatan untuk menjadi lebih dewasa secara rohani
4. Setelah anak Tuhan bersikap benar, Tuhan akan menghukum mereka yang menyalahi orang benar
5. Hanya orang benar, anak Tuhan yang sudah lebih dewasa yang bisa membebaskan hukuman yang akan menimpa orang yang bersalah kepadanya
Tuhan murka kepada ketiga sahabat Ayub dan hanya doa Ayub yang bisa "menyelamatkan" mereka. Hal ini jelas dari ayat berikut:
Ayub 42: 8
Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
Di sini ditekankan bahwa sangat penting bagi anak Tuhan atau orang benar untuk mendoakan orang yang bersalah kepadanya karena hanya permohonan orang benar itulah yang dapat membebaskan hukuman kepada orang yang bersalah kepadanya.
Lalu di mana letak keadilannya? Kenapa orang yang bersalah tidak dibiarkan mendapatkan hukuman dan malah kita harus mendoakan pengampunan dosa bagi mereka yang menyalahi kita?
Jawaban terhadap pertanyaan di atas, tentang keadilan, ditemukan di ayat berikut:
Ayub 42:9-10
Maka pergilah Elifas, orang Teman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub. Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
Kedua ayat ini dengan jelas memperlihatkan bahwa hanya doa Ayub yang akan didengarkan Tuhan. Dan Tuhan hanya mendengarkan doa anak-Nya yang sudah terlebih dahulu bertumbuh menjadi lebih dewasa secara rohani, yakni sesudah ia sendiri bertobat dan mau mengampuni kesalahan mereka yang bersalah kepadanya.
6. Doa yang dinaikkan oleh hati yang belum beres, belum mengampuni, tidak akan didengarkan Tuhan
7. Berkat yang lebih besar disediakan bagi anak Tuhan yang sudah semakin dewasa
Sesudah Ayub bertobat, mau mengampuni sahabat-sahabatnya dengan mendoakan mereka, dan sesudah doanya diterima oleh Tuhan, maka Tuhan memberikan kepada Ayub berkat dua kali lipat daripada sebelumnya.
Kemarahan yang menjadi dosa
Ayub, dalam segala penderitaannya, tidak pernah menyalahkan Tuhan. Ia mengajukan keluh kesahnya secara jujur kepada Tuhan. Tetapi ia tidak pernah menyalahkan Tuhan.
Hal ini juga dilakukan oleh Daud. Dalam Mazmur kelihatan bagaimana di saat Daud mengalami penderitaan, ia berkeluh kesah di hadapan Tuhan.
Dari sini kita belajar untuk bersikap benar saat menghadapi situasi sulit. Kecewa, marah, mungkin merupakan reaksi wajar manusia saat mengalami penderitaan, aniaya, fitnahan, dan situasi buruk lainnya. Tetapi Kitab Suci mengajarkan agar kita tidak membiarkan kemarahan dan kekecewaan kita menjadi dosa.
Kedua ayat berikut ini memberikan gambaran perbedaan antara marah yang menjadi dosa dan marah yang tidak mendatangkan dosa.
Efesus 4:26-27
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.
Amsal 29:11
Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya.
Baca juga:
Biarkan YAHWE Mencurahkan Berkat-NYA Saat Saudara Mengampuni
Pembelaan Iman Stefanus di Hadapan Mahkamah Agama
Sang Pendakwa
Nyanyian Syukur Atas Keselamatan
Pembalasan
Label:
berdoa,
berkat,
kebencian,
kemarahan,
makna penderitaan,
mengampuni,
pemulihan,
pengampunan
Sabtu, 15 Maret 2014
Biarkan YAHWE Mencurahkan Berkat-NYA Saat Saudara Mengampuni
Diterjemahkan dari postingan Victoria Osteen dalam facebooknya tgl 15 Maret 2014
Alkitab memerintahkan kepada kita untuk mengampuni, tapi begitu banyak orang mengalami kesulitan dengan itu. Begitu banyak orang memiliki kesalahpahaman tentang pengampunan. Beberapa orang berpikir bahwa mereka tidak bisa memaafkan karena itu "terlalu sulit." Mereka terluka terlalu dalam atau mengalami penghinaan atau pengkhianatan yang terlalu menyakitkan. Namun dalam kenyataannya, lebih sulit bagi kita ketika kita memilih untuk tidak mengampuni. Kepahitan tidak menyakiti orang yang melukai Anda, melainkan hanya menghujam ke dalam hati Anda sendiri dan menjauhkan Anda dari berkat yang terbaik yang berasal dari Tuhan. Kepahitan dan tidak mau mengampuni memisahkan Anda dari Tuhan. Mereka memblokir aliran berkat-Nya dan menghambat doa-doa Anda. Tapi, memilih pengampunan membuka pintu hati Anda dan membuat jalan bagi Tuhan untuk mengerjakan mujizat dalam hidup Anda.
Banyak orang tahu bahwa pada tahun 1981 ibu mertua saya, Dodie Osteen, didiagnosa menderita kanker hati dan dokter memberitahu bahwa ia hanya memiliki beberapa minggu untuk hidup. Pada waktu itu belum ada perawatan medis untuk penyakit semacam itu, dan para dokter mengatakan tidak ada yang bisa mereka lakukan. Dia dan suaminya, John, pulang ke rumah setelah mereka mendengar laporan itu, mereka berlutut, dan meminta mujizat kepada Tuhan. Dodie melakukan segala hal yang diketahuinya agar bisa berada dalam posisi untuk menerima keajaiban-NYA. Setiap kali dia menceritakan kisahnya, dia berbicara tentang bagaimana salah satu kunci utama baginya untuk menerima kesembuhan YAHWE adalah kesediaannya untuk melepaskan perasaan terluka itu dan menjaga hatinya tetap bersih melalui kekuatan pengampunan. Dia menceritakan bagaimana dia menulis surat pengampunan kepada suaminya, anak-anak, orang tua, atau siapapun yang bisa diingatnya yang mungkin telah terluka atau tersinggung oleh dirinya atau yang mungkin telah menyinggung atau menyakitinya. Ia pergi 1 mil lebih jauh untuk memastikan hatinya terbebas dari luka yang akan menghambat penyembuhan dari YAHWE di dalam hidupnya. Butuh waktu sekitar satu tahun baginya untuk teguh berdiri dan berjuang melewati semua gejala, tapi dia menerima mujizat kesembuhan dan benar-benar bebas dari kanker hari ini.
Sangat penting untuk menyadari bahwa memaafkan adalah lebih dari kata-kata belaka, melainkan sikap hati yang membuahkan transformasi spiritual. Kadang-kadang kita tidak harus merasa senang mengampuni, tapi ketika kita rendah hati taat kepada YAHWE di area ini, Dia akan mengerjakan keajaiban dalam hidup kita. Pengampunan tidak berarti bahwa apa yang orang lain lakukan itu benar atau bisa dimaafkan. Pengampunan tidak berarti bahwa insiden itu tidak masalah. Pengampunan berarti bahwa Anda mempercayai Tuhan untuk membuat perbedaan dan membiarkan Dia untuk memindahkan Anda dari melewati rasa sakit Anda ke tujuan ilahi Anda. Saya pernah mendengar bahwa mengampuni adalah seumpama membebaskan tahanan dan kemudian Anda menyadari bahwa tahanan itu adalah Anda sendiri. Anda dapat memilih kebebasan hari ini dengan memilih pengampunan.
Biarkan saya mendorong Anda, jika seseorang telah bersalah kepada Anda dan Anda masih mendapatkan perasaan sakit di dalam hati ketika Anda melihat atau memikirkan orang itu, bawa hal itu kepada YAHWE dan ijinkan Dia untuk menjaga hati Anda tetap lembut dan peka. Jangan biarkan luka menjauhkan Anda dari yang terbaik dari-NYA. Sebaliknya, pilihlah kasih, serahkan itu kepada YAHWE, dan dapatkan penyembuhan melalui pengampunan!
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25)
Alkitab memerintahkan kepada kita untuk mengampuni, tapi begitu banyak orang mengalami kesulitan dengan itu. Begitu banyak orang memiliki kesalahpahaman tentang pengampunan. Beberapa orang berpikir bahwa mereka tidak bisa memaafkan karena itu "terlalu sulit." Mereka terluka terlalu dalam atau mengalami penghinaan atau pengkhianatan yang terlalu menyakitkan. Namun dalam kenyataannya, lebih sulit bagi kita ketika kita memilih untuk tidak mengampuni. Kepahitan tidak menyakiti orang yang melukai Anda, melainkan hanya menghujam ke dalam hati Anda sendiri dan menjauhkan Anda dari berkat yang terbaik yang berasal dari Tuhan. Kepahitan dan tidak mau mengampuni memisahkan Anda dari Tuhan. Mereka memblokir aliran berkat-Nya dan menghambat doa-doa Anda. Tapi, memilih pengampunan membuka pintu hati Anda dan membuat jalan bagi Tuhan untuk mengerjakan mujizat dalam hidup Anda.
Banyak orang tahu bahwa pada tahun 1981 ibu mertua saya, Dodie Osteen, didiagnosa menderita kanker hati dan dokter memberitahu bahwa ia hanya memiliki beberapa minggu untuk hidup. Pada waktu itu belum ada perawatan medis untuk penyakit semacam itu, dan para dokter mengatakan tidak ada yang bisa mereka lakukan. Dia dan suaminya, John, pulang ke rumah setelah mereka mendengar laporan itu, mereka berlutut, dan meminta mujizat kepada Tuhan. Dodie melakukan segala hal yang diketahuinya agar bisa berada dalam posisi untuk menerima keajaiban-NYA. Setiap kali dia menceritakan kisahnya, dia berbicara tentang bagaimana salah satu kunci utama baginya untuk menerima kesembuhan YAHWE adalah kesediaannya untuk melepaskan perasaan terluka itu dan menjaga hatinya tetap bersih melalui kekuatan pengampunan. Dia menceritakan bagaimana dia menulis surat pengampunan kepada suaminya, anak-anak, orang tua, atau siapapun yang bisa diingatnya yang mungkin telah terluka atau tersinggung oleh dirinya atau yang mungkin telah menyinggung atau menyakitinya. Ia pergi 1 mil lebih jauh untuk memastikan hatinya terbebas dari luka yang akan menghambat penyembuhan dari YAHWE di dalam hidupnya. Butuh waktu sekitar satu tahun baginya untuk teguh berdiri dan berjuang melewati semua gejala, tapi dia menerima mujizat kesembuhan dan benar-benar bebas dari kanker hari ini.
Sangat penting untuk menyadari bahwa memaafkan adalah lebih dari kata-kata belaka, melainkan sikap hati yang membuahkan transformasi spiritual. Kadang-kadang kita tidak harus merasa senang mengampuni, tapi ketika kita rendah hati taat kepada YAHWE di area ini, Dia akan mengerjakan keajaiban dalam hidup kita. Pengampunan tidak berarti bahwa apa yang orang lain lakukan itu benar atau bisa dimaafkan. Pengampunan tidak berarti bahwa insiden itu tidak masalah. Pengampunan berarti bahwa Anda mempercayai Tuhan untuk membuat perbedaan dan membiarkan Dia untuk memindahkan Anda dari melewati rasa sakit Anda ke tujuan ilahi Anda. Saya pernah mendengar bahwa mengampuni adalah seumpama membebaskan tahanan dan kemudian Anda menyadari bahwa tahanan itu adalah Anda sendiri. Anda dapat memilih kebebasan hari ini dengan memilih pengampunan.
Biarkan saya mendorong Anda, jika seseorang telah bersalah kepada Anda dan Anda masih mendapatkan perasaan sakit di dalam hati ketika Anda melihat atau memikirkan orang itu, bawa hal itu kepada YAHWE dan ijinkan Dia untuk menjaga hati Anda tetap lembut dan peka. Jangan biarkan luka menjauhkan Anda dari yang terbaik dari-NYA. Sebaliknya, pilihlah kasih, serahkan itu kepada YAHWE, dan dapatkan penyembuhan melalui pengampunan!
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25)
Label:
berkat YAHWE,
kasih,
kesembuhan,
mukjizat,
pengampunan
Selasa, 23 Oktober 2012
Pembelaan Iman Stefanus di Hadapan Mahkamah Agama
Kisah Para Rasul 7
Baca bagian sebelumnya!
Pada bagian sebelumnya bagaimana Stefanus menjalankan pelayanan meja, yakni pembagian kebutuhan para janda, yang dipercayakan keadanya, namun juga sekaligus menjalankan tugas memberikan kesaksian serta melayani jemaat melalui tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Tindakannya itu mendatangkan iri dan dengki di kalangan jemaat Yahudi sehingga mereka menangkap Stefanus dan menghadapkannya ke Mahkamah Agama.
Pada bab 7 ini kita melihat bagaimana Stefanus melakukan pembelaan imannya di hadapan para imam dalam sidang Mahkamah Agama. Ia secara singkat mengutarakan sejarah keselamatan mulai dari bagaimana YAHWE memanggil Abraham sampai dengan zaman Salomo. Intinya Stefanus ingin membuat para imam sadar akan apa yang sedang terjadi, yang merupakan pengulangan sejarah kebodohan dan kebebalan bangsa Israel dalam menanggapi rencana keselamatan yang sudah selalu dan sekarang ini sedang dikerjakan YAHWE untuk bangsa Israel. Stefanus menunjukkan bahwa selama ini, selama berabad-abad, bangsa Israel telah menentang karya Roh Kudus. Ia memperingatkan dari sejarah bagimana nabi-nabi yang diutus YAHWE ditolak telah dan bahkan dibunuh oleh bangsa pilihan-Nya. Dan hal yang sama sekarang ini sedang dilakukan oleh bangsa Israel yang telah menolak dan membunuh Orang Benar, yakni YAHSHUA, yang diutus YAHWE untuk menjadi penebus dan mesias (ayat 52).
Kita tahu apa reaksi para imam terhadap kritik pedas yang disampaikan Stefanus. Stefanus berusaha menunjukkan warisan dosa yang sekarang ini juga sedang berkuasa atas bangsanya dan berharap agar mereka sadar akan warisan dosa tersebut namun usahanya itu tidak berhasil membukakan hati para imam. Sebaliknya, terhadap kebenaran yang diwartakan oleh Stefanus, mereka menutup telinga (ayat 57) dan menyeretnya keluar dan merajamnya.
Di sini kita belajar bahwa kebenaran yang kita sampaikan bisa disalahpahami dan membuat orang marah. Dalam kisah Stefanus, kemarahan tersebut berujung kepada kematian Stefanus yang setia melayani YAHSHUA.
Di akhir bab 7 Kisah Para Rasul, ada sebuah sikap yang sangat penting untuk kita pelajari dari saksi YAHSHUA yang berani dan setia ini. Terhadap para penganiayanya, para pembunuhnya, Stefanus berdoa kepada YAHWE agar YAHWE tidak menanggungkan dosa pembunuhan itu kepada para pelaku pembunuhan tersebut.
Hubungan intim Stefanus dengan YAHWE memberinya kekuatan untuk tetap setia dan berani bersaksi dan menyampaikan kebenaran. Hubungan yang intim dengan Roh Kudus memberikannya ketulusan dan kasih yang melimpah sehingga ia sanggup untuk selalu siap sedia memberikan pengampunan dan mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang menyakiti, mengkhianati, dan menganiayanya.
Nyata bahwa keberanian Stefanus untuk membukakan dan menelanjangi kejahatan orang lain didorong oleh kasih yang tulus, kasih Agape, dengan doa dan harapan agar orang tersebut mau sadar dan berbalik dari kejahatannya. Keberaniannya dan kesetiaannya tidak didorong oleh kesombongan rohani melainkan oleh kasih yang tulus terhadap jiwa-jiwa yang terhilang.
Hendaklah setiap pelayanan dan kesaksian, serta teguran yang kita berikan kepada orang lain, benar-benar didasari oleh kasih yang tulus demi kebaikan orang yang kita layani, kita beri kesaksian, atau kita tegur. Sikap hati yang demikian bersumber dari kasih yang sejati kepada YAHWE dan hubungan yang intim dengan Roh Kudus-Nya. Dan YAHWE meneguhkan kasih yang demikian dengan menyatakan Diri-Nya kepada orang yang amat mengasihi-Nya (ayat 56).
Baca bagian selanjutnya!
Baca juga:
Hubungan yang Intim dengan YAHWE di dalam Pelayanan
Pelayanan kepada Janda-Janda dalam Jemaat Mula-Mula
Ketaatan kepada YAHWE vs. Pemimpin
Ketaatan Para Rasul Berhadapan dangan Otoritas Agama dan Dunia
Pada bagian sebelumnya bagaimana Stefanus menjalankan pelayanan meja, yakni pembagian kebutuhan para janda, yang dipercayakan keadanya, namun juga sekaligus menjalankan tugas memberikan kesaksian serta melayani jemaat melalui tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Tindakannya itu mendatangkan iri dan dengki di kalangan jemaat Yahudi sehingga mereka menangkap Stefanus dan menghadapkannya ke Mahkamah Agama.
![]() |
Pembelaan Iman Stefanus |
Kita tahu apa reaksi para imam terhadap kritik pedas yang disampaikan Stefanus. Stefanus berusaha menunjukkan warisan dosa yang sekarang ini juga sedang berkuasa atas bangsanya dan berharap agar mereka sadar akan warisan dosa tersebut namun usahanya itu tidak berhasil membukakan hati para imam. Sebaliknya, terhadap kebenaran yang diwartakan oleh Stefanus, mereka menutup telinga (ayat 57) dan menyeretnya keluar dan merajamnya.
Di sini kita belajar bahwa kebenaran yang kita sampaikan bisa disalahpahami dan membuat orang marah. Dalam kisah Stefanus, kemarahan tersebut berujung kepada kematian Stefanus yang setia melayani YAHSHUA.
![]() |
Stefanus Dirajam |
Hubungan intim Stefanus dengan YAHWE memberinya kekuatan untuk tetap setia dan berani bersaksi dan menyampaikan kebenaran. Hubungan yang intim dengan Roh Kudus memberikannya ketulusan dan kasih yang melimpah sehingga ia sanggup untuk selalu siap sedia memberikan pengampunan dan mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang menyakiti, mengkhianati, dan menganiayanya.
Nyata bahwa keberanian Stefanus untuk membukakan dan menelanjangi kejahatan orang lain didorong oleh kasih yang tulus, kasih Agape, dengan doa dan harapan agar orang tersebut mau sadar dan berbalik dari kejahatannya. Keberaniannya dan kesetiaannya tidak didorong oleh kesombongan rohani melainkan oleh kasih yang tulus terhadap jiwa-jiwa yang terhilang.
Hendaklah setiap pelayanan dan kesaksian, serta teguran yang kita berikan kepada orang lain, benar-benar didasari oleh kasih yang tulus demi kebaikan orang yang kita layani, kita beri kesaksian, atau kita tegur. Sikap hati yang demikian bersumber dari kasih yang sejati kepada YAHWE dan hubungan yang intim dengan Roh Kudus-Nya. Dan YAHWE meneguhkan kasih yang demikian dengan menyatakan Diri-Nya kepada orang yang amat mengasihi-Nya (ayat 56).
Baca bagian selanjutnya!
Baca juga:
Hubungan yang Intim dengan YAHWE di dalam Pelayanan
Pelayanan kepada Janda-Janda dalam Jemaat Mula-Mula
Ketaatan kepada YAHWE vs. Pemimpin
Ketaatan Para Rasul Berhadapan dangan Otoritas Agama dan Dunia
Label:
agape,
bersaksi,
gereja perdana,
jemaat mula-mula,
jemaat pertama,
kasih,
kasih setia,
kesaksian,
kesetiaan,
Kisah Para Rasul,
pengampunan,
saksi,
setia,
Stefanus
Rabu, 11 Juli 2012
Sang Pendakwa
Wahyu 12:10 Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: “Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Yahwe kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Yahwe kita.
1 Yohanes 3:19-21 Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Yahwe, sebab jika kita dituduh olehnya, Yahwe adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Yahwe.
Kadang, ketika kita mau berdoa, ada perasaan tidak layak di dalam diri kita untuk duduk, berlutut, dan datang kepada Tuhan untuk berdoa.
Apakah hati Anda mengatakan bahwa Anda penuh dosa dan tidak layak untuk datang kepada Tuhan?
Apakah hati Anda mengatakan bahwa Anda tidak layak untuk diampuni dan tidak layak untuk masuk surga?
Ketahuilah, bahwa sebenarnya akar dari perasaan ini adalah pekerjaan si iblis.
Pekerjaan iblis adalah mendakwa kita, mengatakan di dalam hati kita, bahwa kita orang berdosa, kita tidak layak untuk datang kepada Tuhan, kita tidak layak untuk diampuni, kita tidak laak untuk masuk surga.Si iblis menipu kita, tetapi sebenarnya, darah Yesus sudah melayakkan kita. Terimalah kasih Yahwe, karena Dia sudah sangat lama menunggu untuk melimpahkan kasih dan berkat-Nya kepada Anda. Jangan biarkan iblis menipu dan menghalangi Anda untuk datang dan merasakan kasih-Nya yang begitu besar kepada kita.
Ingat! Kita adalah anak-Nya yang sangat dikasihi-Nya. Dia telah merelakan Anak-Nya yang tunggal untuk merebut kita dari cengkeraman iblis.
Ingatlah bagaimana sang Ayah menunggu anaknya yang bungsu yang sudah lama menghilang dan menghambur-hamburkan harta warisannya. Bapa dengan suka cita menyambut anaknya yang hilang, memeluknya, mengadakan pesta dan memberinya pakaian yang terbaik kepadanya (Luk 15:11-28).
Demikian pula, Bapa sangat rindu untuk memberikan berkat-berkatnya kepada kita. Kita hanya perlu datang kepada-Nya.
Yahwe Rindu untuk Memberkati Kita
Label:
anak hilang,
darah Yesus,
iblis,
kasih Bapa,
menuduh,
pendakwa,
pengampunan,
setan,
tidak layak
Selasa, 12 Juli 2011
Nyanyian Syukur Atas Keselamatan
Yesaya 12
Aku mau bersyukur kepada-Mu, ya Yahwe, karena sungguhpun Engkau telah murka terhadap aku: tetapi murka-Mu telah surut dan Engkau menghibur aku.
Sungguh, Tuhan itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab Yahwe Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku."
Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.
Bersyukurlah kepada Yahwe, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur!

Bermazmurlah bagi Yahwe, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!
Berserulah dan bersorak-sorailah, hai penduduk Sion, sebab Yang Mahakudus, Tuhan Israel, agung di tengah-tengahmu!"
Baca juga:
Janji Keselamatan Tuhan
Yahwe Belajar dari Yesaya 40

Sungguh, Tuhan itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab Yahwe Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku."
Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.
Bersyukurlah kepada Yahwe, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur!

Bermazmurlah bagi Yahwe, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!
Berserulah dan bersorak-sorailah, hai penduduk Sion, sebab Yang Mahakudus, Tuhan Israel, agung di tengah-tengahmu!"
Baca juga:
Janji Keselamatan Tuhan
Yahwe Belajar dari Yesaya 40
Label:
bersyukur,
kekuatan,
keselamatan,
murka Tuhan,
pengampunan,
penghiburan,
syukur,
Yahwe
Selasa, 08 Maret 2011
Pembalasan
![]() |
Sepatu Bot |
Tentara-tentara lain melihat hal ini dan mulai mengejek, serta menggodanya. Namun, suatu malam pelecehan itu tidak hanya berupa serangan verbal. Ketika tentara ini berlutut di hadapan Tuhan di dalam doa, seorang tentara yang memusuhinya melemparkan sepatu bot dalam kegelapan dan mengenai wajahnya. Tentara-tentara lain tertawa-tawa dan mencemooh, mengharapkan adanya perlawanan.
Namun, tidak ada pembalasan.
Keesokan paginya ketika tentara yang mengejek itu bangun, ia sangat terkejut menemukan sesuatu di kaki tempat tidurnya. Semua bisa melihat, sepasang sepatu botnya, dikembalikan dan sudah disemir.
dikutip dari Heart for A Friend, Gloria Graffa 2006
Baca juga: Memaafkan atau melupakan!
Jumat, 28 Januari 2011
Memaafkan dan Melupakan
mengampuni, pengampunan, melupakan
Dibahasakan kembali dari Forgive & Forget (Tim Jackson)
Saya tidak tahu bagaimana mengampuni dan melupakan. Dan saya menemukan bahwa saya tidak sendirian. Jika mengampuni membutuhkan melupakan, maka kita semua seperti berada di dalam sampan di atas sungai tanpa dayung. Sebaliknya, saya percaya pengampunan adalah perlu karena kita tidak bisa melupakan luka yang telah kita terima.
Seberapa sering Anda meminta maaf kepada seseorang untuk kesalahan yang Anda lakukan dan mendengar, "Oh, tidak usah dipikirkan. Tidak apa-apa." Jika tidak menimbulkan masalah besar, maka mungkin tidak perlu diampuni. Pikiran saya sederhana: Jika saya bisa melupakannya, pengampunan tidak diperlukan. Pengampunan adalah untuk hal-hal yang tidak bisa dilupakan.
Jika melupakan tidak mungkin, lalu bagaimana kita mengampuni hal-hal yang tidak bisa kita lupakan? Dan jika saya tidak bisa melupakan hal-hal yang seharusnya saya maafkan, maka bagaimana saya mengusahakan agar ketidakadilan yang telah menimpaku tidak menyebabkan luka yang sedemikian dalam, agar sakit hati, pengkhianatan, dan tekanan tidak lagi menguasaiku?
Pengampunan berarti saya tidak akan mengijinkan Anda dan apa yang telah Anda lakukan padaku untuk mengendalikanku lagi. Jenis pengampunan ini--yang diminta Yesus dari murid-murid-Nya, datang dari pemahaman yang mendalam bahwa orang yang telah melukai saya--tidak peduli siapa mereka atau apa yang mereka lakukan--tidak memiliki kekuatan untuk menghancurkan apa yang paling bernilai di dalam hidup saya.

Jika ada orang yang dalam cara yang entah bagaimana dapat menghilangkan atau merampok apa yang paling bernilai bagi hidup saya--pekerjaan saya, reputasi saya, pernikahan saya, apa saja--maka saya akan merasa dikendalikan oleh orang tersebut dan saya akan membenci orang itu karenanya. Saya akan melihat orang itu sebagai terus-menerus berdiri menghalangi jalanku dan menyabotase apa yang penting bagi hidupku.
Namun, jika aku tumbuh dengan belajar bagaimana merangkul kebenaran bahwa hidup saya tersembunyi di dalam Kristus di dalam Tuhan (Kolose 3:3 Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Tuhan), maka tidak ada yang bisa dilakukan orang lain yang akan menyebabkan aku kehilangan hidupku di dalam Kristus. Aku aman dalam kasih Tuhan (Roma 8:35-39). Jika saya memiliki sikap hati seperti itu, maka segala sesuatu akan menjadi berbeda.
Roma 8:35 Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? 36 Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." 37 Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. 38 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, 39 atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Saya tidak tahu bagaimana dengan Anda, tapi saya ingin menjadi orang yang lebih bisa mengampuni. Saya tidak akan menjadi orang yang mudah mengampuni seperti yang saya inginkan. Dengan mudah saya bisa dendam seperti orang yang lain. Tetapi aku berkomitmen untuk belajar untuk lebih bisa mengampuni. Mengapa? Karena Yesus sudah mengampuni dosa saya yang amat besar (Efesus 4:32 Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Tuhan di dalam Kristus telah mengampuni kamu.) Pengampunan saya belumlah seberapa dibandingkan dengan betapa besarnya pengampunan yang diberikan Yesus bagiku, yang telah menghapuskan semua pelanggaran dan kesalahanku. Mengikuti teladan-Nya telah membebaskanku untuk tidak dikendalikan oleh apa yang telah dilakukan orang lain terhadapku.
Mengampuni dan tidak membiarkan diri dikendalikan oleh apa yang tidak bisa kita lupakan. . . itulah pengampunan.
Baca juga: Di dalam Kristus ada belas kasih!
Dibahasakan kembali dari Forgive & Forget (Tim Jackson)
Saya tidak tahu bagaimana mengampuni dan melupakan. Dan saya menemukan bahwa saya tidak sendirian. Jika mengampuni membutuhkan melupakan, maka kita semua seperti berada di dalam sampan di atas sungai tanpa dayung. Sebaliknya, saya percaya pengampunan adalah perlu karena kita tidak bisa melupakan luka yang telah kita terima.
Seberapa sering Anda meminta maaf kepada seseorang untuk kesalahan yang Anda lakukan dan mendengar, "Oh, tidak usah dipikirkan. Tidak apa-apa." Jika tidak menimbulkan masalah besar, maka mungkin tidak perlu diampuni. Pikiran saya sederhana: Jika saya bisa melupakannya, pengampunan tidak diperlukan. Pengampunan adalah untuk hal-hal yang tidak bisa dilupakan.
Jika melupakan tidak mungkin, lalu bagaimana kita mengampuni hal-hal yang tidak bisa kita lupakan? Dan jika saya tidak bisa melupakan hal-hal yang seharusnya saya maafkan, maka bagaimana saya mengusahakan agar ketidakadilan yang telah menimpaku tidak menyebabkan luka yang sedemikian dalam, agar sakit hati, pengkhianatan, dan tekanan tidak lagi menguasaiku?
Pengampunan berarti saya tidak akan mengijinkan Anda dan apa yang telah Anda lakukan padaku untuk mengendalikanku lagi. Jenis pengampunan ini--yang diminta Yesus dari murid-murid-Nya, datang dari pemahaman yang mendalam bahwa orang yang telah melukai saya--tidak peduli siapa mereka atau apa yang mereka lakukan--tidak memiliki kekuatan untuk menghancurkan apa yang paling bernilai di dalam hidup saya.

Jika ada orang yang dalam cara yang entah bagaimana dapat menghilangkan atau merampok apa yang paling bernilai bagi hidup saya--pekerjaan saya, reputasi saya, pernikahan saya, apa saja--maka saya akan merasa dikendalikan oleh orang tersebut dan saya akan membenci orang itu karenanya. Saya akan melihat orang itu sebagai terus-menerus berdiri menghalangi jalanku dan menyabotase apa yang penting bagi hidupku.
Namun, jika aku tumbuh dengan belajar bagaimana merangkul kebenaran bahwa hidup saya tersembunyi di dalam Kristus di dalam Tuhan (Kolose 3:3 Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Tuhan), maka tidak ada yang bisa dilakukan orang lain yang akan menyebabkan aku kehilangan hidupku di dalam Kristus. Aku aman dalam kasih Tuhan (Roma 8:35-39). Jika saya memiliki sikap hati seperti itu, maka segala sesuatu akan menjadi berbeda.
Roma 8:35 Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? 36 Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." 37 Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. 38 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, 39 atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Saya tidak tahu bagaimana dengan Anda, tapi saya ingin menjadi orang yang lebih bisa mengampuni. Saya tidak akan menjadi orang yang mudah mengampuni seperti yang saya inginkan. Dengan mudah saya bisa dendam seperti orang yang lain. Tetapi aku berkomitmen untuk belajar untuk lebih bisa mengampuni. Mengapa? Karena Yesus sudah mengampuni dosa saya yang amat besar (Efesus 4:32 Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Tuhan di dalam Kristus telah mengampuni kamu.) Pengampunan saya belumlah seberapa dibandingkan dengan betapa besarnya pengampunan yang diberikan Yesus bagiku, yang telah menghapuskan semua pelanggaran dan kesalahanku. Mengikuti teladan-Nya telah membebaskanku untuk tidak dikendalikan oleh apa yang telah dilakukan orang lain terhadapku.
Mengampuni dan tidak membiarkan diri dikendalikan oleh apa yang tidak bisa kita lupakan. . . itulah pengampunan.
Baca juga: Di dalam Kristus ada belas kasih!
Jumat, 07 Januari 2011
Kasih Agape melandasi kesaksian dan pewartaan yang sejati
Kisah 7:59 Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku." 60 Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.
Stefanus dirajam karena dengan keras mengecam kedegilan hati bangsa Israel di hadapan tua-tua. Ia meninggal, namun sebelum itu ia berdoa agar Tuhan tidak menanggungkan dosa pembunuhan itu kepada para perajamnya.
Apa yang bisa saya pelajari dari kisah ini?
1. Stefanus tidak segan-segan menelanjangi kesalahan bangsa Israel di hadapan para pemimpinnya. Ia menceritakan kembali bagaimana nenek moyang mereka tidak menghormati dan tidak menghargai para nabi dan bahkan telah menganiaya dan membantai sebagian dari para nabi. Dan terakhir Stefanus mengatakan bahwa hal yang sama sekarang baru saja diulang oleh bangsa Israel: membunuh Yesus.
Dan sebagai akibatnya:
2. Stefanus menghadapi risiko dirajam.
Teguran keras Stefanus berbuah pada kematiannya secara dirajam. Kematian adalah risiko yang lazim dialami oleh orang yang berani berkata jujur dan blak-blakan mengenai kebobrokan masyarakatnya. Namun sikap Stefanus menghadapi risiko hukuman mati ini benar-benar sesuatu yang menarik untuk diamati: ia tidak mengutuki orang yang membunuhnya, sebaliknya, ia berdoa agar dosa pembunuhan itu tidak ditanggungkan kepada para pembunuhnya.
3. Sikap Stefanus ini menunjukkan sebuah kasih yang tulus kepada bangsa yang "dikecamnya." Dari sini kita tahu bahwa sikap keras Stefanus terhadap orang-orang tersebut sebelumnya dilandasi oleh kasih yang tulus. Ia tidak rela orang-orang itu binasa oleh pemberotakan mereka sendiri terhadap Yahwe. Sebab itu ia tida segan-segan mengecam sikap mereka.
Sekali pun tidak ada kepastian bahwa mereka akan mendengarkan kata-katanya, atau bahkan juga tidak ada kepastian bahwa setelah mereka melihat "kesaksiannya" dengan rela dirajam, mereka akan membuka hati untuk menerima tawaran keselamatan dalam nama Yesus atau Yashua, Stefanus tetap bersaksi, tetap berani berkata keras, tetap rela dirajam. Dari sini kelihatan bahwa:
4. kasih tulus atau kasih agape tidak berorientasi pada hasil sesaat, pada hasil yang segera bisa kelihatan di depan mata. Kasih ini bersandar penuh pada kuasa Yahwe, pada rencana ajaib Yahwe, yang menjanjikan kemenangan pasti kepada mereka yang bersandar kepada-Nya. Sekali pun keadaan bertolak belakang sama sekali, kasih agape tetap percaya bahwa sesuatu yang tampaknya sia-sia tetap harus dikerjakan.
Perjuangan yang dilakukan tidak hanya sekadar untuk menikmati hasil kemenangan fisik yang kelihatan, namun untuk memenangkan pertempuran yang sesungguhnya melawan kuasa-kuasa di udara: Efesus 6:12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.
Tidak apa-apa kalau perjuangan kita tampaknya tidak membuahkan apa-apa, tetapi yakinlah bahwa ketika kita tetap maju dan tetap teguh dengan perjuangan kita, kita sedang mengalahkan penguasa-penguasa kegelapan.
Baca juga: Dalam Kristus ada belas kasih!
Stefanus dirajam karena dengan keras mengecam kedegilan hati bangsa Israel di hadapan tua-tua. Ia meninggal, namun sebelum itu ia berdoa agar Tuhan tidak menanggungkan dosa pembunuhan itu kepada para perajamnya.
Apa yang bisa saya pelajari dari kisah ini?
1. Stefanus tidak segan-segan menelanjangi kesalahan bangsa Israel di hadapan para pemimpinnya. Ia menceritakan kembali bagaimana nenek moyang mereka tidak menghormati dan tidak menghargai para nabi dan bahkan telah menganiaya dan membantai sebagian dari para nabi. Dan terakhir Stefanus mengatakan bahwa hal yang sama sekarang baru saja diulang oleh bangsa Israel: membunuh Yesus.
Dan sebagai akibatnya:
2. Stefanus menghadapi risiko dirajam.
Teguran keras Stefanus berbuah pada kematiannya secara dirajam. Kematian adalah risiko yang lazim dialami oleh orang yang berani berkata jujur dan blak-blakan mengenai kebobrokan masyarakatnya. Namun sikap Stefanus menghadapi risiko hukuman mati ini benar-benar sesuatu yang menarik untuk diamati: ia tidak mengutuki orang yang membunuhnya, sebaliknya, ia berdoa agar dosa pembunuhan itu tidak ditanggungkan kepada para pembunuhnya.
3. Sikap Stefanus ini menunjukkan sebuah kasih yang tulus kepada bangsa yang "dikecamnya." Dari sini kita tahu bahwa sikap keras Stefanus terhadap orang-orang tersebut sebelumnya dilandasi oleh kasih yang tulus. Ia tidak rela orang-orang itu binasa oleh pemberotakan mereka sendiri terhadap Yahwe. Sebab itu ia tida segan-segan mengecam sikap mereka.
Sekali pun tidak ada kepastian bahwa mereka akan mendengarkan kata-katanya, atau bahkan juga tidak ada kepastian bahwa setelah mereka melihat "kesaksiannya" dengan rela dirajam, mereka akan membuka hati untuk menerima tawaran keselamatan dalam nama Yesus atau Yashua, Stefanus tetap bersaksi, tetap berani berkata keras, tetap rela dirajam. Dari sini kelihatan bahwa:
4. kasih tulus atau kasih agape tidak berorientasi pada hasil sesaat, pada hasil yang segera bisa kelihatan di depan mata. Kasih ini bersandar penuh pada kuasa Yahwe, pada rencana ajaib Yahwe, yang menjanjikan kemenangan pasti kepada mereka yang bersandar kepada-Nya. Sekali pun keadaan bertolak belakang sama sekali, kasih agape tetap percaya bahwa sesuatu yang tampaknya sia-sia tetap harus dikerjakan.
Perjuangan yang dilakukan tidak hanya sekadar untuk menikmati hasil kemenangan fisik yang kelihatan, namun untuk memenangkan pertempuran yang sesungguhnya melawan kuasa-kuasa di udara: Efesus 6:12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.
Tidak apa-apa kalau perjuangan kita tampaknya tidak membuahkan apa-apa, tetapi yakinlah bahwa ketika kita tetap maju dan tetap teguh dengan perjuangan kita, kita sedang mengalahkan penguasa-penguasa kegelapan.
Baca juga: Dalam Kristus ada belas kasih!
Label:
agape,
bersaksi,
pengampunan,
Stefanus
Langganan:
Postingan (Atom)