Rabu, 02 Desember 2015

3 Gaya Ibadah untuk Penyembahan yang Lebih Kaya dan Bersemangat

Diterjemahkan secara bebas dari
3 Avenues To A Richer, More Vibrant Worship



Adik saya seorang atlet. Maksud saya atlet dalam arti sesungguhnya. Ketika ia tidak bertanding dalam tim olahraga, dia menontonnya. Ketika dia tidak menonton, ia membayangkan sedang bermain di dalam liga impiannya. Ketika ia tidak sedang membayangkan bermain dalam liga impiannya, ia berlatih di gym. Ia bertubuh tinggi dan benar-benar kekar dan kokoh. Jelas, ia sangat berbeda dengan kakaknya yang kutu buku, penulis, dan teolog.
Hobi kami berbeda. Akibatnya, begitu juga hubungan kami. Kami masih mengalami hubungan yang mendalam dengan orang yang kami sayangi, tapi kami terhubung dengan mereka dengan cara yang berbeda. Saya pikir, sama halnya dengan hubungan di dalam keluarga Tuhan.

Hal ini paling jelas terlihat dalam ibadah. Ada beberapa bentuk ibadah yang membuat kita mudah tertarik namun tidak dengan yang lain. Bentuk-bentuk ibadah yang kita minati terkait dengan kepribadian kita dan cara kita melihat dunia. Bentuk ibadah yang sesuai memberikan jalan yang paling siap untuk memuliakan Tuhan maupun masuk ke dalam hadirat-Nya.

Pada saat yang sama, terus terkunci dalam satu gaya tertentu juga dapat menyebabkan ibadah kita stagnan. Sangat mudah untuk tergelincir ke dalam rutinitas. Kadang-kadang, kita harus bersedia untuk keluar dari zona nyaman kita dan terhubung dengan Tuhan dari perspektif yang lebih segar.

Berikut ini tiga gaya ibadah.

1. Ibadah Kontemporer 

Dalam banyak gereja modern, gaya ibadah ini menjadi semakin umum dan dominan. Sangat mudah untuk melihat alasannya. Musik penyembahan kontemporer mengingatkan kita dengan banyak gaya yang ditawarkan oleh mistikus Kristen dan mengorientasikan ulang gaya kita terhadap kebebasan berekspresi, yang menekankan pencarian hadirat Tuhan.


Lagu-lagu ibadah modern sering mengandung keindahan dan kedalaman liris, tujuan utamanya adalah untuk menciptakan suasana memuja dan keluar dari lirik tersebut untuk masuk ke hadirat-Nya. Untuk mencapai tujuan ini, ada banyak pengulangan, mirip dengan nyanyian berirama mistik. Umat mengulangi kata-kata yang mengandung makna utama dan dengan demikian dibawa bebas untuk melepaskan diri dari lirik itu sendiri dan masuk ke dalam doa spontan. Penyembahan kontemporer adalah tentang ekspresi: kita fokus untuk mengomunikasikan kasih kita kepada Tuhan.

Kalau kita kita tidak bisa keluar dari isi kepala kita sendiri, penyembahan kontemporer sering dapat menjadi jalan membebaskan.

2. Ibadah Liturgi 


Kalau penyembahan kontemporer membantu kita untuk keluar dari lirik menuju hadirat Tuhan, ibadah liturgis membantu untuk menarik kita ke dalam. Bahkan, telah ada diskusi yang berkembang akhir-akhir ini di antara generasi millenial mengenai gerakan untuk semakin menghidupkan ibadah liturgis. Mengapa? Liturgi menarik kita ke dalam cerita. Ini lebih dari musik, lebih dari kata-kata. Ini melibatkan aktivitas, simbolisme, dan tradisi. Ini menampilkan sejarah umat Tuhan dan mengundang umat untuk masuk ke dalam sejarah tersebut dengan cara yang nyata.

Dengan kata lain, liturgi memungkinkan kita untuk menghidupkan kembali kisah penebusan Tuhan dalam ibadah. Kalender gereja mengingatkan kita akan karya Tuhan yang sedang berlangsung. Warna liturgi mengingatkan kita bagaimana Tuhan terus melibatkan umat-Nya. Lilin mengingatkan kita akan kehadiran-Nya dan panggilan untuk menjadi terang bagi dunia. Sakramen merupakan sarana kasih karunia melaluinya kita mengalami penebusan Tuhan dalam cara yang nyata. Ritual menarik kita ke dalam sejarah umat Tuhan yang sedang berlangsung, mengingatkan kita bahwa kita adalah bagian dari keluarga yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri.

Ketika kita merasa diri kita merasa terputus, ibadah liturgis mengembalikan kita ke dalam kisah karya kolosal Tuhan.

3. Ibadah Tradisional

Kalau ibadah kontemporer adalah tentang ekspresi pribadi dan ibadah liturgis adalah tentang menghidupkan kembali kisah Ilahi, ibadah tradisional adalah tentang introspeksi. Ketika kita menyanyikan himne, kita tidak hanya memanfaatkan gaya musik yang berbeda. Lirik dirancang untuk menghasilkan refleksi. Gaya ibadah ini sebagian besar berasal dari zaman Pencerahan, mulai dari refleksi kemudian naik ke hadirat yang lebih tinggi. Himne sering dipenuhi dengan referensi kepada ayat-ayat Alkitab dan kedalaman teologi terkandung di tengah-tengah lirik yang mendalam. Lirik-lirik itu mengundang kita untuk merenungkan, baik sifat-sifat Tuhan maupun realitas diri kita sendiri.

This is how the hymns free us: they capture us with their poetry, and move us to depths of worshipful reflection that allow us to both cling to the goodness of God and release the darker parts of our own struggles.

Dengan cara inilah himne membebaskan kita: himne memesona kita dengan keindahan puitisnya, dan membawa kita ke kedalaman refleksi penyembahan yang memungkinkan kita untuk melekat kepada kebaikan Tuhan dan melepaskan bagian gelap dari perjuangan kita sendiri.

Ketiga gaya ibadah itu penting, dan ketiganya menghantar kita secara berbeda. Masalah sering muncul ketika kita mencoba untuk memaksakan satu gaya ke dalam gaya yang lain. Ketika kita berusaha untuk membuat lagu-lagu himne yang ekspresif, kita menjadi frustrasi. Ketika kita berusaha untuk membuat ibadah kontemporer menjadi introspeksi, pengulangan menjadi penghalang. Ketika kita membuat liturgi terpisah dari cerita abadi tentang Tuhan, maka kita membuatnya menjadi ritual belaka.

Tetapi ketika kita mengikuti gaya ibadah sesuai dengan maksud dan tujuannya, kita akan menemukan jalan baru yang terbuka bagi kita ke dalam kehidupan ibadah yang kaya.

Baca juga:

Beribadah kepada YAHWE: Pilihan yang Terbaik

Masuk ke Ruang Maha Kudus

Apakah Kita Telah Melewatkan Undangan Pesta Perjamuan?

4 Pelajaran Firman Yahwe untuk Tubuh

 

 

 

 

Ruginya Membenci dan Adilnya Mengampuni

Salah satu hal paling utama yang digunakan setan untuk membuat kita berhenti maju dan bertumbuh secara rohani adalah tersinggung, kepahitan, benci, kemarahan, dan tidak mengampuni.

Sebagai anak Tuhan, kita perlu belajar untuk membuang kebencian, kemarahan, dan kekecewaan itu dari hati kita. Kita perlu belajar mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (Roma 12: 21: Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!) dan tidak membiarkan hidup kita dikendalikan oleh perasaan kebencian dan kemarahan sehingga kita kalah oleh kejahatan.

Contoh bagaimana anak Tuhan berhasil mengalahkan kejahatan dengan kebaikan adalah saat Stefanus dirajam.

Stefanus

Kisah 7: 59-60
Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku." Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.

Stefanus adalah diaken atau pelayan jemaat yang salah satu tugasnya adalah melayani pembagian untuk janda-janda. Artinya ia adalah orang yang karena tugasnya pasti dikenal sebagai orang yang selalu berbuat kebaikan. Tetapi oleh karena rasa iri hati ada sekelompok orang Yahudi yang membuat tuduhan palsu terhadap Stefanus dan menghadapkannya ke sidang Mahkamah Agama. Oleh karena tersinggung oleh ucapan Stefanus kritikan Stefanus, mereka akhirnya menyeret Stefanus dan melemparinya dengan batu sampai mati.

Ini adalah sebuah adegan di mana kebaikan dibalas dengan kejahatan. Ia telah berbuat baik melayani jemaat tetapi akhirnya difitnah dan kemudian dilempari dengan batu. Stefanus bisa saja mengutuki orang-orang yang dengan sengaja dan licik mencelakakan dirinya. Tetapi hal itu tidak dilakukannya.

Mengapa?

Karena ia tahu hukum yang berlangsung di alam roh, sebuah kebenaran yang setiap anak Tuhan mestinya mengetahui dan menaatinya.

Tuhan tidak pernah membiarkan begitu saja ketika anak-anak-Nya diperlakukan dengan salah. Ketika seseorang berbuat jahat kepada kita, sesungguhnya tanpa sadar, mereka sedang memosisikan diri mereka sendiri dalam posisi yang berbahaya. Bapak YAHWEH tidak akan membiarkannya begitu saja. Stefanus berdoa supaya orang-orang itu tidak perlu menanggung akibat dari perbuatan mereka.

Demikian pula seharusnya kita, kita harus mendoakan mereka yang berbuat salah atau menjahati kita supaya mereka tidak perlu menanggung akibatnya. Sebab kalau tidak, Bapa pasti akan bertindak.

Lalu kalau kita berdoa untuk mereka yang berbuat jahat, di manakah keadilan bagi mereka? Bagaimana dengan kerugian yang sudah kita alami yang diakibatkan oleh mereka? Mereka mungkin telah membuat kita mengalami kerugian yang amat besar, bahkan merenggut masa depan kita, menghancurkan hidup kita, membuat hidup kita yang selama ini baik-baik saja, berjalan mulus, dan semua persiapan masa depan kita yang kita lakukan dengan penuh kesungguhan dan kehati-hatian menjadi hancur gara-gara ulah mereka? Kita mungkin menjadi kehilangan kebahagiaan, damai sejahtera, mengalami luka hati yang sangat mendalam, atau bahkan kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi kita, atau bahkan kehilangan orang-orang yang amat sangat berarti dan kita cintai.

Selain itu, memang sangat tidak mudah untuk melupakan kejahatan dan kelicikan orang lain terhadap kita, orang-orang yang dengan sengaja telah berbuat jahat, merugikan kita, melukai hati kita, menghancurkan masa depan kita. Kita cenderung merasa bahwa situasinya baru akan adil kalau mereka menerima balasannya, bahwa hidup kita baru akan merasa nyaman ketika kita melihat kejahatan mereka terbalaskan, ketika mereka mengalami kehancuran yang bahkan lebih mengerikan daripada kita. Hal itu "normal" bagi mereka yang belum mengenal Bapa YAHWEH dan belum mengetahui hukum roh. Tetapi kita harus mengetahui rahasia yang tersimpan hanya bagi anak-anak-Nya yang dikasihinya. Untuk itu mari kita melihat contoh bagaimana hukum ini dinyatakan di dalam kisah Ayub.

Ayub

Bencana yang menimpa Ayub 

Ayub 1:1-3

Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan YAHWEN dan menjauhi kejahatan. Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.

Tiba-tiba semua itu lenyap seketika: kambing, unta, lembu, keledai, budak dan bahkan anaknya. Mereka dirampas, dibunuh, dan tertimpa bencana. Tetapi Ayub adalah orang yang saleh dan takut akan YAHWEH. Mengetahui semua,

Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:20-21)

Dan Kitab Suci mencatat: Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. (Ayub 1:22)

Ayub orang benar dan anak YAHWEH. Semua responsnya terhadap apa yang menimpanya membuktikan hal itu. Ia benar di hadapan YAHWEH. Bahkan ketika sakit-penyakit menguasainya, barah membusuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya, dan istrinya memintanya untuk mengutuki Tuhannya, katanya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Elohimmu dan matilah!", Ayub menjawabnya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Elohim, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Ayub kehilangan semuanya: harta, anak, kesehatan, dan terakhir istrinya malah mengutukinya. Namun Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya (Ayub 2:11). 

Ayub mengalami semua "bencana" dan "ketidakadilan" ini. Ia yang selama ini taat kepada YAHWEH dan melakukan apa yang benar di hadapan-Nya, mendapatkan balasan yang sebaliknya. Dan ketika ia mengharapkan penghiburan dari orang-orang terdekatnya, ketiga sahabat, Elifas, Bildad, dan Sofar, mereka malah menyalahkannya dan menuduhnya melakukan yang jahat di mata Tuhan. Bagi mereka, tidak ada kemalangan yang menimpa orang benar karena mereka meyakini bahwa kemalangan ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Demikian pun Ayub, mereka meyakini bahwa Ayub telah berbuat salah sehingga semua kemalangan ini menimpanya.


Keluh kesah Ayub

Dalam kisah Ayub, Ayub harus bergumul lama sebelum ia bisa melihat kebenaran hukum roh ini. Mulai pasal 3 sampai dengan 37, Ayub berkeluh kesah atas semua kemalangan yang menimpanya. Suatu respons yang sangat bisa kita pahami. Bagaimana tidak. Ayub yang selama ini hidup benar dan taat kepada YAHWEH, kenapa tiba-tiba ia bisa menerima kemalangan yang sangat dahsyat. Ayub bingung dan tidak bisa memahami situasi yang dialaminya. Ia mengungkapkan kebingungannya, penderitaan dan keputusasaannya kepada Tuhan. Ia mengutuki hidup dan kelahirannya, mengapa Tuhan memberinya hidup kalau ia dilahirkan hanya untuk menderita. Ia ingin segera mati saja.

Sekian banyak pasal "dihabiskan oleh Ayub" untuk berkeluh kesah, dan selama itu pula, TUHAN tidak berurusan sama sekali dengan ketiga sahabatnya yang menyakiti hatinya. Mereka tetap baik-baik saja.

Jawaban Tuhan atas keluh kesah Ayub

Tuhan akhirnya menjawab keluh kesah Ayub di Pasal 38-42. Tuhan mengungkapkan kedaulatan-Nya kepada Ayub. Tuhan mencelikkan mata Ayub akan ketidaktahuan manusia atas banyak hal dan kemahakuasaan-Nya atas segala sesuatu. Tuhan menegur Ayub karena telah mempertanyakan keadilan-Nya.


Penyesalan dan pertobatan Ayub


Ayub 42:2-6
Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberi tahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.

Teguran Tuhan membuat Ayub sadar akan kesalahannya. Pertama Ayub sadar akan kedaulatan YAHWEH, Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan apa yang dikerjakan-Nya dalam hidupnya adalah baik. Ayub sadar bahwa apa yang terjadi dalam dirinya adalah dalam rencana Tuhan yang tidak akan pernah gagal. Ayub sadar bahwa pengertiannya akan YAHWEH selama ini masih salah. Ia masih fokus kepada diri sendiri dan berkat jasmani yang semestinya diterimanya karena kesalehan dan ketaatannya. Kini ia sadar bahwa Tuhan harus disembah dan dimuliakan bukan karena Ia pemberi berkat namun karena Ia memang layak untuk disembah dan ditaati, apa pun yang terjadi secara duniawi. Akhirnya Ayub menyesal dan bertobat. Ia sadar bahwa ia telah berkata-kata secara ngawur tentang Tuhan. Ia sadar bahwa YAHWEH tidak bisa diselami oleh pikiran manusia. Pembenaran diri dan kesombongan rohaninya telah membuatnya bersalah dalam memandang Tuhan.


Rahasia kebenaran hukum roh dari kisah Ayub

Seluruh kisah Ayub ini mengungkapkan sebuah rahasia dan kebenaran yang amat penting bagi kita, anak-anak Tuhan.

Dalam hal ini, ketiga sahabat Ayub bertindak salah dan menuduh Ayub, seorang yang benar di hadapan YAHWEH. YAHWEH tidak akan membiarkan orang yang berbuat salah kepada anak-Nya berlalu begitu saja. Akan ada risiko yang menunggu mereka yang menyalahi orang yang benar di hadapan YAHWEH. Tetapi anak Tuhan, orang yang benar di hadapan YAHWEH, juga harus bersikap dan memberikan respons secara benar. Ketika orang benar belum memberikan respons secara benar terhadap kejadian yang menimpa dirinya, Tuhan terlebih dahulu berurusan dengannya sebelum berurusan dengan mereka yang bersalah kepadanya. Sebelum kita sebagai anak Tuhan menunjukkan sikap hati yang benar di hadapan-Nya, sebelum kita bertumbuh dewasa di dalam roh, kita akan melihat bahwa orang yang menganiaya kita akan kelihatan baik-baik saja, bahkan mungkin semakin menerima berkat dari Tuhan. Kita sebagai anak-Nya harus bersikap benar.

1. Menyalahi anak Tuhan sama saja dengan menyalahi Tuhan

Orang yang menyalahi orang benar, anak Tuhan, sama saja dengan menyalahi Tuhan. Tuduhan sahabat Ayub kepadanya bagi Tuhan adalah tuduhan kepada-Nya karena Ayub adalah orang benar di hadapan-Nya. Hal ini terlihat dari ayat berikut ini:

Ayub 42: 5
maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku."

Sahabat-sahabat Ayub tidak langsung menyalahi Tuhan, mereka hanya menuduh Ayub. Namun bagi Tuhan, tuduhan yang ditujukan kepada orang benar atau anak Tuhan adalah sama dengan tuduhan kepada Tuhan. Perkataan yang tidak benar yang ditujukan kepada Ayub dianggap Tuhan sebagai ditujukan juga kepada-Nya, "...karena kamu tidak berkata benar tentang Aku".

2. Kesalahan terhadap orang benar tidak akan didiamkan oleh Tuhan tetapi pasti akan mendapatkan hukuman

Dan sekarang, karena Ayub sudah bersikap benar, sudah menjadi lebih dewasa secara rohani, maka Tuhan baru berurusan dengan mereka yang menyalahi Ayub. Sebelumnya Tuhan tidak pernah menyinggung kesalahan ketiga sahabat Ayub ini, tetapi setelah Ayub bertobat, Tuhan kemudian berurusan dengan mereka, ""Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu."

3. Penderitaan yang dialami anak Tuhan adalah kesempatan untuk menjadi lebih dewasa secara rohani

4. Setelah anak Tuhan bersikap benar, Tuhan akan menghukum mereka yang menyalahi orang benar

5. Hanya orang benar, anak Tuhan yang sudah lebih dewasa yang bisa membebaskan hukuman yang akan menimpa orang yang bersalah kepadanya

Tuhan murka kepada ketiga sahabat Ayub dan hanya doa Ayub yang bisa "menyelamatkan" mereka. Hal ini jelas dari ayat berikut:

Ayub 42: 8
Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
  
Di sini ditekankan bahwa sangat penting bagi anak Tuhan atau orang benar untuk mendoakan orang yang bersalah kepadanya karena hanya permohonan orang benar itulah yang dapat membebaskan hukuman kepada orang yang bersalah kepadanya.

Lalu di mana letak keadilannya? Kenapa orang yang bersalah tidak dibiarkan mendapatkan hukuman dan malah kita harus mendoakan pengampunan dosa bagi mereka yang menyalahi kita?


Jawaban terhadap pertanyaan di atas, tentang keadilan, ditemukan di ayat berikut:

Ayub 42:9-10
Maka pergilah Elifas, orang Teman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub. Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
Kedua ayat ini dengan jelas memperlihatkan bahwa hanya doa Ayub yang akan didengarkan Tuhan. Dan Tuhan hanya mendengarkan doa anak-Nya yang sudah terlebih dahulu bertumbuh menjadi lebih dewasa secara rohani, yakni sesudah ia sendiri bertobat dan mau mengampuni kesalahan mereka yang bersalah kepadanya.

6. Doa yang dinaikkan oleh hati yang belum beres, belum mengampuni, tidak akan didengarkan Tuhan

7. Berkat yang lebih besar disediakan bagi anak Tuhan yang sudah semakin dewasa

Sesudah Ayub bertobat, mau mengampuni sahabat-sahabatnya dengan mendoakan mereka, dan sesudah doanya diterima oleh Tuhan, maka Tuhan memberikan kepada Ayub berkat dua kali lipat daripada sebelumnya.

Kemarahan yang menjadi dosa

Ayub, dalam segala penderitaannya, tidak pernah menyalahkan Tuhan. Ia mengajukan keluh kesahnya secara jujur kepada Tuhan. Tetapi ia tidak pernah menyalahkan Tuhan.
Hal ini juga dilakukan oleh Daud. Dalam Mazmur kelihatan bagaimana di saat Daud mengalami penderitaan, ia berkeluh kesah di hadapan Tuhan.

Dari sini kita belajar untuk bersikap benar saat menghadapi situasi sulit. Kecewa, marah, mungkin merupakan reaksi wajar manusia saat mengalami penderitaan, aniaya, fitnahan, dan situasi buruk lainnya. Tetapi Kitab Suci mengajarkan agar kita tidak membiarkan kemarahan dan kekecewaan kita menjadi dosa.

Kedua ayat berikut ini memberikan gambaran perbedaan antara marah yang menjadi dosa dan marah yang tidak mendatangkan dosa.

Efesus 4:26-27
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.

Amsal 29:11
Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya. 



Baca juga:
Biarkan YAHWE Mencurahkan Berkat-NYA Saat Saudara Mengampuni
Pembelaan Iman Stefanus di Hadapan Mahkamah Agama
Sang Pendakwa
Nyanyian Syukur Atas Keselamatan
Pembalasan