Rabu, 02 Desember 2015

3 Gaya Ibadah untuk Penyembahan yang Lebih Kaya dan Bersemangat

Diterjemahkan secara bebas dari
3 Avenues To A Richer, More Vibrant Worship



Adik saya seorang atlet. Maksud saya atlet dalam arti sesungguhnya. Ketika ia tidak bertanding dalam tim olahraga, dia menontonnya. Ketika dia tidak menonton, ia membayangkan sedang bermain di dalam liga impiannya. Ketika ia tidak sedang membayangkan bermain dalam liga impiannya, ia berlatih di gym. Ia bertubuh tinggi dan benar-benar kekar dan kokoh. Jelas, ia sangat berbeda dengan kakaknya yang kutu buku, penulis, dan teolog.
Hobi kami berbeda. Akibatnya, begitu juga hubungan kami. Kami masih mengalami hubungan yang mendalam dengan orang yang kami sayangi, tapi kami terhubung dengan mereka dengan cara yang berbeda. Saya pikir, sama halnya dengan hubungan di dalam keluarga Tuhan.

Hal ini paling jelas terlihat dalam ibadah. Ada beberapa bentuk ibadah yang membuat kita mudah tertarik namun tidak dengan yang lain. Bentuk-bentuk ibadah yang kita minati terkait dengan kepribadian kita dan cara kita melihat dunia. Bentuk ibadah yang sesuai memberikan jalan yang paling siap untuk memuliakan Tuhan maupun masuk ke dalam hadirat-Nya.

Pada saat yang sama, terus terkunci dalam satu gaya tertentu juga dapat menyebabkan ibadah kita stagnan. Sangat mudah untuk tergelincir ke dalam rutinitas. Kadang-kadang, kita harus bersedia untuk keluar dari zona nyaman kita dan terhubung dengan Tuhan dari perspektif yang lebih segar.

Berikut ini tiga gaya ibadah.

1. Ibadah Kontemporer 

Dalam banyak gereja modern, gaya ibadah ini menjadi semakin umum dan dominan. Sangat mudah untuk melihat alasannya. Musik penyembahan kontemporer mengingatkan kita dengan banyak gaya yang ditawarkan oleh mistikus Kristen dan mengorientasikan ulang gaya kita terhadap kebebasan berekspresi, yang menekankan pencarian hadirat Tuhan.


Lagu-lagu ibadah modern sering mengandung keindahan dan kedalaman liris, tujuan utamanya adalah untuk menciptakan suasana memuja dan keluar dari lirik tersebut untuk masuk ke hadirat-Nya. Untuk mencapai tujuan ini, ada banyak pengulangan, mirip dengan nyanyian berirama mistik. Umat mengulangi kata-kata yang mengandung makna utama dan dengan demikian dibawa bebas untuk melepaskan diri dari lirik itu sendiri dan masuk ke dalam doa spontan. Penyembahan kontemporer adalah tentang ekspresi: kita fokus untuk mengomunikasikan kasih kita kepada Tuhan.

Kalau kita kita tidak bisa keluar dari isi kepala kita sendiri, penyembahan kontemporer sering dapat menjadi jalan membebaskan.

2. Ibadah Liturgi 


Kalau penyembahan kontemporer membantu kita untuk keluar dari lirik menuju hadirat Tuhan, ibadah liturgis membantu untuk menarik kita ke dalam. Bahkan, telah ada diskusi yang berkembang akhir-akhir ini di antara generasi millenial mengenai gerakan untuk semakin menghidupkan ibadah liturgis. Mengapa? Liturgi menarik kita ke dalam cerita. Ini lebih dari musik, lebih dari kata-kata. Ini melibatkan aktivitas, simbolisme, dan tradisi. Ini menampilkan sejarah umat Tuhan dan mengundang umat untuk masuk ke dalam sejarah tersebut dengan cara yang nyata.

Dengan kata lain, liturgi memungkinkan kita untuk menghidupkan kembali kisah penebusan Tuhan dalam ibadah. Kalender gereja mengingatkan kita akan karya Tuhan yang sedang berlangsung. Warna liturgi mengingatkan kita bagaimana Tuhan terus melibatkan umat-Nya. Lilin mengingatkan kita akan kehadiran-Nya dan panggilan untuk menjadi terang bagi dunia. Sakramen merupakan sarana kasih karunia melaluinya kita mengalami penebusan Tuhan dalam cara yang nyata. Ritual menarik kita ke dalam sejarah umat Tuhan yang sedang berlangsung, mengingatkan kita bahwa kita adalah bagian dari keluarga yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri.

Ketika kita merasa diri kita merasa terputus, ibadah liturgis mengembalikan kita ke dalam kisah karya kolosal Tuhan.

3. Ibadah Tradisional

Kalau ibadah kontemporer adalah tentang ekspresi pribadi dan ibadah liturgis adalah tentang menghidupkan kembali kisah Ilahi, ibadah tradisional adalah tentang introspeksi. Ketika kita menyanyikan himne, kita tidak hanya memanfaatkan gaya musik yang berbeda. Lirik dirancang untuk menghasilkan refleksi. Gaya ibadah ini sebagian besar berasal dari zaman Pencerahan, mulai dari refleksi kemudian naik ke hadirat yang lebih tinggi. Himne sering dipenuhi dengan referensi kepada ayat-ayat Alkitab dan kedalaman teologi terkandung di tengah-tengah lirik yang mendalam. Lirik-lirik itu mengundang kita untuk merenungkan, baik sifat-sifat Tuhan maupun realitas diri kita sendiri.

This is how the hymns free us: they capture us with their poetry, and move us to depths of worshipful reflection that allow us to both cling to the goodness of God and release the darker parts of our own struggles.

Dengan cara inilah himne membebaskan kita: himne memesona kita dengan keindahan puitisnya, dan membawa kita ke kedalaman refleksi penyembahan yang memungkinkan kita untuk melekat kepada kebaikan Tuhan dan melepaskan bagian gelap dari perjuangan kita sendiri.

Ketiga gaya ibadah itu penting, dan ketiganya menghantar kita secara berbeda. Masalah sering muncul ketika kita mencoba untuk memaksakan satu gaya ke dalam gaya yang lain. Ketika kita berusaha untuk membuat lagu-lagu himne yang ekspresif, kita menjadi frustrasi. Ketika kita berusaha untuk membuat ibadah kontemporer menjadi introspeksi, pengulangan menjadi penghalang. Ketika kita membuat liturgi terpisah dari cerita abadi tentang Tuhan, maka kita membuatnya menjadi ritual belaka.

Tetapi ketika kita mengikuti gaya ibadah sesuai dengan maksud dan tujuannya, kita akan menemukan jalan baru yang terbuka bagi kita ke dalam kehidupan ibadah yang kaya.

Baca juga:

Beribadah kepada YAHWE: Pilihan yang Terbaik

Masuk ke Ruang Maha Kudus

Apakah Kita Telah Melewatkan Undangan Pesta Perjamuan?

4 Pelajaran Firman Yahwe untuk Tubuh

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar